Kamis, 13 Oktober 2016

Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua (2)

Lain kecuali dijemput oleh yang punya hajat, itupun dari kalangan
keluarga terdekat, menyerahkan seluruh urusan persawahan, pernikahan
putra-putrinya kepada kepada istrinya. Selama menjalani pertapaannya
Bapak Tarban benar-benar tinggal di rumah.

Memang sejak menjalani kehidupan spiritual, kehidupan Bapak Tarban
berubah total dari yang tadinya sebagai sosok pekerja keras yang
selalu hidup di sawah dan ladang, kini mengurung diri di kamar siang
dan malam seperti dalam penjara. Namun perubahan batin menjadi
mencolok karena dia menjadi ahli hitung untuk segala hajatan, juga
sering dimintai doa dan barokahnya oleh orang yang sakit dengan media
air putih. Dan yang luar biasa adalah ketajaman mata batin beliau
dalam memprediksi kejadian-kejadian di masa yang akan datang yang
berhubungan dengan gonjang-ganjing ketatanegaraan dalam rentang 3
sampai 10 tahun sebelum kejadian, dan dia ramalkan kejadian-kejadian
itu di bawah sumpah dengan taruhan nyawa dan potong lidah. Banyak yang
Bapak Tarban Prediksikan dari peristiwa penebangan pohon di jalanan
untuk jaringan PLN yang dikatakannya sebagai "banteng ijo diamuk",
pembunuhan misterius yang dikatakan sebagai "bangkai berceceran di
sepanjang jalan", krisis moneter yang dikatakannya "kiamat jam
07.00 tanggal 07 bulan 07 tahun 1997" dimana masyarakat baru merasakan
goncangannya sebulan kemudian padahal para penggede republik ini sudah
tahu terjadi pada bulan juli 1997 dan lengsernya Presiden Suharto yang
dikatakan "sing salah kudu seleh", naiknya Gus Dur yang dikatakan
"wong ngantuk nemu gethuk, wong bodho kanggo", dan banyak lagi
prediksi yang kadang diungkapkan dengan simbol-simbol yang aneh.
Bahkan pada tahun 1977, dimana pemerintahan orde baru medoktrinasi
Pancasila sebagai azas tunggal dalam berpolitik, berbangsa dan
bernegara, multi partai yang dilebur menjadi dua partai dan satu
golongan karya, tidak boleh mengibarkan bendera selain bendera merah
putih, entah mendapat wangsit apa, di luar kebiasaan pertapaan beliau,
Bapak Tarban pergi ke Pasar Petarukan sambil berjalan kaki. Apa yang
dia cari? Ternyata dia membeli kain yang berwarna-warni, sampai
berpuluh-puluh lembar dengan panjang masing-masing 1,5 meter. Untuk
apa kain sebanyak itu diborong oleh Bapak Tarban , masyarakat
bertanya-tanya karena hal itu di luar kebiasaannya. Sepulang dari
pasar membeli kain, Bapak Tarban pergi ke perkebunan tebu, di sana dia
menemui penjaga kebun teb dan membeli tebu ireng beberapa puluh batang
kemudian dibawa pulang ke rumah.
Ternyata tebu ireng itu ia jadikan sebagai tiang bendera dengan kain
yang berwarna-warni yang kemudian dia tancapkan di sepanjang gang
menuju rumah dia, dari jalan raya masuk ke gang hingga sampai ke rumah
berjarak kira-kira 200 meter. Masyarakat dibuat geger, sampai pihak
kelurahan mengontak Koramil untuk menyelidiki latar belakang apa Bp
Tarban memasang bendera berwarna-warni pada perayaan HUT RI, bukannya
bendera merah putih, apakah ini sebuah pemberontakan, dan
masyarakatpun banyak yang menuduh kalau Bp Tarban itu bagian dari
antek-antek PKI dengan perbuatannya yang nyleneh itu. Tak tanggung,
satu truk di penuhi tentara bersenjata lengkap mendatangi rumah Bp
Tarban untuk menangkap dan mengintrogasi beliau.
Bp Tarban pun dibawa ke koramil, ini peristiwa menegangkan karena
kalau seseorang sampai di introgasi ke Koramil, bukannya kantor
Polisi, pastilah terjadi pelanggaran-pelanggaran luar biasa yang
dilakukan oleh Bp Tarban. Seluruh keluargapun dibuat panik dan cemas,
juga masyarakat sekitar, sebab pasti kalaulah nanti Bp Tarban pulang,
pun dengan muka atau tubuh yang babak belur karena dihajar oleh
aparat. Tapi Bp Tarban yang dibawa ke koramil tetap tenang menghadapi
semua itu. Ketika diinterogasi ditanyakan kepadanya bukankan Bapak
tahu kalau ini adalah perayaan tujuh belasan, negara mewajibkan
pengibaran bendera merah putih kepada warganya sebagai tanda bersyukur
atas nikmat kemerdekaan, tapi Bapak tidak mengibarkan bendera merah
putih, tapi malah mengibarkan bendera yang warna-warni, apakah Bapak
mau memberontak terhadap pemerintahan yang sah?

Mendapat pertanyaan seperti itu, Bp Tarban malah balik bertanya kepada
komandan yang mengintrogasi dirinya dengan suara lantang, apakah Bapak
sebagai seorang tentara sudah merasa mencintai Indonesia dengan
sebenar-benarnya?
Suara Bp Tarban yang lantang memang mengandung kekuatan batin yang
dahsyat, siapapun yang berhadapan berbicara dengannya, apalagi bila
dia sudah marah, pasti akan merasa gentar dan turun mentalnya bagai
terkena hipnotis darinya. Dengan pelan Komandan pun menjawab Ya, aku
mencintai Indonesia.
Lalu Bp Tarban pun kembali bertanya, apakah Bapak sebagai seorang
tentara dan manusia juga mencintai bangsa lain, Cina, Inggris, Afrika,
Asia, Amerika, yang hitam, yang merah, yang putih? Ketahuilah
bapak-bapak tentara, kalau kalian merasa bangga mencintai negara
Indonesia, aku juga mencintai negara Indonesia, aku justru mencintai
seluruh bangsa-bangsa di seluruh dunia, karena akulah lanange jagat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar