Kau,
bisu menerawang pada lazuardi senja,
setia menunggu kembalinya si kecil dari ujung pematang sawah,
rindu itu seperti jilatan api kecil,
temaram seperti cahaya lilin ditiup angin.
Kau,
selalu bernyanyi tra la la, tri li li....,
padahal suaramu sumbang seperti kaleng rombeng,
percayalah, tapi itu bukan suara hatimu,
suara hatimu adalah dendam dan kebencian,
tentang penindasan dan kebiadaban
dari orang-orang yang mendakwakan diri sebagai penguasa,
sebagai penegak hukum,
pengemban amanat,
padahal pengkhianat.
Kau,
Lantang suaramu memekak telinga,
berisik mengusik di antara deru angin dan rinai gerimis.
Di negeri ini,
kau bebas bersuara bukan?
bebas mengaji dan berdzikir,
itulah kemerdekaan.
By Muhammad Saroji
Majalah Sastra
© Copyright - All rights reserved
Tidak ada komentar:
Posting Komentar