Kamis, 13 Oktober 2016

Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua (6)

Memang Bpk Tarban belum pernah sekalipun kulihat mengerjakan sholat,
tapi barangkali cahaya iman telah menitik di kalbunya.

Tahun 2003, tiga tahun setelah mengakhiri masa pertapaannya, akhirnya
kondisi kesehatan Bapak Tarban pun makin menurun , namun Bapak Tarban
paling susah disuruh minum obat.
Di tengah-tengah sakitnya yang makin parah, diapun selalu melafalkan
Istighfar dan Syahadat baik siang maupun malam dengan suara yang tetap
lantang. Pernah dia berdiri dan terjatuh, kemudian dia berkata kepada
saya : orang tua yang jatuh, berarti ajal sudah dekat.


Pukul 06.30. Pagi itu istriku sedang menyiapkan teh manis dan sarapan
untuk Bapak Tarban yang sedang terbaring sakit di kamar.
Ketika istriku menuju kamarnya, di dapatinya Bapak Tarban telah tiada,
telah menghembuskan nafas terakhirnya dalam kondisi tubuh masih
hangat, padahal belum lama berselang masih terdengar sayup-sayup Bapak
Tarban melafalkan Syahadat dan Istighfar.

Ya Allah,
hamba menjadi saksi akan kebersihan jazad beliau, saya cium keningnya,
mukanya berseri-seri , bibirnya menyungging senyuman,

Ya Allah,
meski Bapakku bukan orang mulia, muliakanlah dia dengan Rahmat
AmpunanMu, luaskanlah kubur beliau, Ridloilah semua amalnya, Amiin Ya
Robbal 'alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar