Aku berdiri di puncak tebing
memandang jauh ke bawah
pada orang-orang yang lalu lalang mencari nafkah
penuh semangat dengan kucuran keringat
melintasi debu-debu beterbangan
demi anak dan istri tercinta.
Di puncak tebing ini ku pandangi alam sekeliling,
pada bumi yg tidak perawan lagi,
penuh nanah penuh sampah,
diperkosa manusia-manusia serakah,
diperah hingga berdarah-darah,
hingga tinggal lolongan sumpah serapah dari orang-orang miskin yang
terlanjur hidup dalam susah payah.
Di puncak tebing ini,
bukanlah aku hendak mengutuk pada "negeri bedebah",
karena dikelola oleh orang-orang durhaka,
tapi di puncak tebing ini aku hanya ingin mencari jejak kekasihku,
yang terlintas di antara bebatuan dan rerumputan,
ditengah padang gersang, kering dan mencekam,
ketika itu kekasihku bilang,
cintaku hanyalah untukmu seorang,
bahkan tak kan pernah hilang,
sampai nyawa terlepas dari badan.
Bumiku,
janganlah menangis,
tumbuhkanlah rumput-rumput hijau bersama doa dan gerimis.
---
24 Mei 2010 08:05
By Muhammad Saroji
- Majalah Sastra - Majalahsastra.com
© Copyright - All rights reserved
Kamis, 29 September 2016
Di Puncak Tebing
Baca Juga :
Sutra Putih
Sutra Putih (2)
Kemelut dalam Sepi
Hay Play Boy
Surat Kecil Buat Jack
Jangan Menjadi Pecundang
Catatan Kecil Sang Narapidana : Pink
Kisah Tiga Insan
Nurani Ini Bicara
Catatan Kecil Sang Narapidana : Kematian
Aku Bukan Siapa - Siapa
Nyanyian Sumbang
Puisi Gus Mus
Bunga Putih -2
Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua (2)
Muhasabah Diri
Catatan Hamka
Catatan Kecil Sang Narapidana : Padamu Tuhan
Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua (3)
Sehelai Rambut Cinta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar