Kamis, 29 September 2016

Di Puncak Tebing

Aku berdiri di puncak tebing
memandang jauh ke bawah
pada orang-orang yang lalu lalang mencari nafkah
penuh semangat dengan kucuran keringat
melintasi debu-debu beterbangan
demi anak dan istri tercinta.


Di puncak tebing ini ku pandangi alam sekeliling,
pada bumi yg tidak perawan lagi,
penuh nanah penuh sampah,
diperkosa manusia-manusia serakah,
diperah hingga berdarah-darah,
hingga tinggal lolongan sumpah serapah dari orang-orang miskin yang
terlanjur hidup dalam susah payah.


Di puncak tebing ini,
bukanlah aku hendak mengutuk pada "negeri bedebah",
karena dikelola oleh orang-orang durhaka,
tapi di puncak tebing ini aku hanya ingin mencari jejak kekasihku,
yang terlintas di antara bebatuan dan rerumputan,
ditengah padang gersang, kering dan mencekam,
ketika itu kekasihku bilang,
cintaku hanyalah untukmu seorang,
bahkan tak kan pernah hilang,
sampai nyawa terlepas dari badan.


Bumiku,
janganlah menangis,
tumbuhkanlah rumput-rumput hijau bersama doa dan gerimis.


---
24 Mei 2010 08:05
By Muhammad Saroji
- Majalah Sastra - Majalahsastra.com
© Copyright - All rights reserved

Tidak ada komentar:

Posting Komentar