Entah apa yang terjadi,
gemuruh di dada ini makin menjadi,
bukan mimpi
bukan ilusi,
badan panas terik
lelah dan sunyi.
Ku pandangi Rembulan Purnama
berkabut tirai jelaga malam,
mendung kelabu menenggelamkan purnama,
di mana kedamaian berada,
seperti raja bertahta di singgasana, lenyap.
ke mana kelelawar kepakkan sayapnya,
mencengkram hati, pudar perkasa.
Bumiku, jiwaku,
catatlah perjalanan ini
seperti kau mengukir sekuntum mawar di lembaran hati,
biarkan cemburu sang bintang maharani,
biarkan seperti bengawan kering merindukan gerimis.
gerimislah air mataku,
air mata bening laksana embun.
Bumiku, jiwaku,
bernyanyilah untuk asa kecil ini,
asa yang terbuang dari kekejaman kasih sayang,
duh,
bukankah telah terjatuh ke jurang serpihan kecil itu,
serpihan batu kaca tempat bercermin cinta ?
di jurang itu tak ada yang dapat ku lakukan,
selain hanya meramahinya,
membiarkannya,
meninggalkannya…
duh,
asa kecil ini,
terpinggirkan
dalam sunyi…
---
Ditulis di Tangerang, 31 Maret 2011 17:52
By Muhammad Saroji - Majalah Sastra
© Copyright - All Rights Reserved
Tidak ada komentar:
Posting Komentar