Sabtu, 25 April 2015

Lolong

Angin kemarau di purnama ke tujuh,
menyapa garing di mukaku yang tandus.
Aku terdiam,
lolongan anjing-anjing lapar memecah kesunyian,
mengoyak ulu hatiku
yang menggigil kedinginan.


Aku ingin berlari,
seperti berlari kencangnya kucing karena ketakutan.
Tapi tak satupun tangan membukakan pintu,
ah,
ini ketakutan buat apa?


Tujuh purnama telah berlalu,
mengiringi kemarau yang masih berkepanjangan,
langkah kaki-ku lelah-lah sudah,
menggapai cintamu,
menyatukan puing hati yang berserak,
di antara kebencian dan rasa rindu.


Aku masih gentar,
seperti remuk redamnya hati menahan titik air mata,
namun masih saja menahan amarah,
seperti lolong anjing di malam gelap itu.


Tujuh purnama telah berlalu,
aku duduk bersimpuh,
di tepi jalan,
diam,
berdoa,
mengusir lelah,
menghibur hati yang luka.


Lolongan anjing semakin dekat,
memekakan telinga,
seakan hendak mengoyak kulit dan tulang,
(seseorang menjamah tubuhku,
.......bangun sayang,
adzan subuh telah berkumandang......
Astaghfirullah,
keringat dingin bercucuran)

--


© Copyright - All Rights Reserved

Tidak ada komentar:

Posting Komentar