Sabtu, 29 Agustus 2015

KHR. As'ad Syamsul Arifin Situbondo, Kyai NU Yang Menjadi Pemimpinnya Para Wali (Wali Quthub)

Tidak ada yang menyangka, ternyata Mursyid 13 thariqah dan ulama besar
NU ini adalah seorang Wali Quthub (pimpinannya para wali). Berikut
adalah kesaksian dari Kyai Mujib, putera KH. Ridwan Abdullah pencipta
lambang NU.


Kyai As'ad laksana samudera tak bertepi. Beliau semakin didekati kian
bertambah tidak kelihatan. Saya sangat berpengalaman. Bahkan saya
pernah mencium seluruh tubuhnya, kecuali yang memang tidak boleh.


Setelah saya pijat selama hampir 3 jam, beliau tertidur sangat pulas.
Saya ciumi sekujur tubuhnya, dari ujung kepala sampai telapak kaki.
Saya tidak mendapatkan bau apa-apa. Sampai hati saya berkata, "beliau
ini ada atau tidak ada? Apakah ini orang yang dikatakan sudah berada
di maqam fana?"


Hampir 20 tahun saya hidup bersama beliau. Tambah dekat dan tambah
lama, semakin tidak kelihatan, sulit ditebak. Saya baru diberi tahu
dan mengerti, baru yakin siapa beliau ini, setelah saya sampai di
Madinah tahun 1987 saat ditunjuk sebagai petugas haji oleh pemerintah.

Sebelum berangkat haji, saya pun minta izin ke beliau.
"Pak Mujib, pergi haji Sampean ini sunnah tapi sampai (datang) ke
Haramain tahun ini wajib (fardhu kifayah). Kalau Sampean tahun ini
tidak datang ke tanah Haram, dosa Sampean besar,"kata Kyai As'ad.
"Kenapa?"tanyaku.
"Jawabnya nanti di sana, bukan di sini,"kata Kyai As'ad. "Namun
Sampean jangan berkecil hati. Sampean saya pinjami ijazah. Setelah
pulang, ijazah tersebut harus dikembalikan. Tidak boleh dipakai
terus."
"Kalau saya sudah hafal bagaimana, Kyai?"tanyaku.
"Ya terserah, kalau Sampean jadi bajingan."

Sampai larut malam, saya tidak diperbolehkan pulang. Saya disuruh
pulang besok pagi. Tapi ijazah itu, tidak 'dipinjamkan' sampai saya
tertidur. Ternyata, dalam tidurku itu saya ditalqin ijazah. Lalu saya
ditanya apakah masih punya wudhu. Saya jawab, masih punya. Baru
kemudian saya ditalqin.
Menjelang Shubuh saya pun terbangun. Ternyata di bawah bantal ada
secarik kertas yang ditulis oleh Kyai As'ad. Bunyinya persis seperti
ijazah dalam tidur tadi. Mungkin beliau takut saya lupa.

Setelah saya pulang dari haji, beliau sudah ada di rumah saya ingin
mengambil ijazah itu."Saya tidak minta oleh-olehnya, Pak Mujib. Hanya
saja ijazah itu harus dilembalikan,"kata Kyai As'ad. Mungkin, ijazah
itu takut disalahgunakan.
Alhamdulillah saya berhasil menunaikan ibadah haji. Ada beberapa
peristiwa yang saya alami, yang hanya bisa saya ceritakan kepada Kyai
As'ad. Semuanya saya ceritakan. Lalu saya bertanya:"Ada satu Kyai,
yang menyangkut Panjenengan."
"Lho, sampean ke sana mau ngurus saya juga ya?"Tanya Kyai As'ad dengan
nada marah.

Saya pun dimarahi oleh beliau."Sampean ke sana dengan saya pinjami
ijazah segala, jadi ngobyek saya juga ya? Kurang ajar Sampean
ini!"katanya agak marah.
"Ya tidak begitu, Kyai. Masa saya sudah ikut Panjenengan hampir 20
tahun, kok tidak tahu siapa sebenarnya Panjenengan?"jawabku.
"Lha iya, Sampean ngobyek, ingin tahu saya. Apa hasilnya?"
"Saya disuruh membacakan ayat di hadapan Panjenengan!"
"Ayat apa?"Tanya Kyai As'ad.
"Ayat Al Quran. Dengan syarat, kalau Panjenengan mau. Kalau tidak mau
ya tidak usah!"jawabku.
"Mana ada kyai yang tidak mau dibacakan Al Quran? Gila Sampean
ini!"kata Kyai As'ad.
"Lha wong 'Bos' di sana bilang begitu, Kyai,"kata saya melucu.

Ceritanya, sewaktu di tanah Haramain saya bertemu 'Bos'. Kata
Bos:"Kalau Kyai As'ad tidak mengaku siapa sebenarnya beliau, bacakan
ayat ini. Dengan catatan beliau harus mau."
"Kalau tidak mau, ya saya tidak akan pernah tahu siapa Kyai
As'ad,"jawabku. Karena itu saya pun mendesak 'Bos' itu.
Lalu 'Bos' berkata:"Ya... tidak maunya itu ngakunya!"

Saya lalu membacakan ayat yang dimaksud di hadapan Kyai As'ad:


فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ
عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا

"Maka bagaimana jika Kami mendatangkan saksi dari setiap umat dan Kami
mendatangkanmu sebagai saksi atas mereka?"(QS. an-Nisa ayat 41).

Belum selesai saya membaca ayat tersebut, beliau menangis
sejadi-jadinya, menjerit sampai bercucuran air mata. Inilah pengakuan
yang tidak bisa dihindari. Saya tembak di tempat dengan resep 'Bos'
tadi. Ya, jangan tanya siapa 'Bos' tersebut.


Saya tunggu. Beliau nangis hampir satu jam, itu pun masih terisak-isak
seperti anak kecil. Lalu saya diajak salaman. Ketika saya mau mencium
tangan beliau, tidak diperbolehkan. "Kali ini Sampean tidak saya
izinkan mencium tangan saya,"kata Kyai As'ad masih dalam keadaan
terisak.

Saya pucat."Wah, haji saya kali ini mardud (tertolak),"begitu dalam
benak saya. Mengapa? Sebab saya telah membuka rahasia besar, yang di
dunia ini orangnya hanya satu. Wali Quthub ini, di dunia hanya satu.
Itu rahasianya saya buka, walaupun saya disuruh 'Bos'.
"Pak Mujib, apa Sampean tidak keberatan belas kasihan sama saya. Saya
minta belas kasihan Sampean. Saya minta belas kasihan Sampean agar
jangan sampai ngomong kepada orang lain selama saya masih hidup, siapa
diri saya ini!" Pinta Kyai As'ad kepadaku.

Sumber : www.padhang-mbulan.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar