Selasa, 25 Oktober 2016

Sajak Angin Tanpa Suara

Angin dingin yang membelai rumput di kota tua itu menyentuh pada
dinding kalbuku,
seakan dia menyapa :
.....di mana kebebasan,
di mana kemerdekaan ! !

Tak ku tahu dimanakah ujung sebuah perdamaian,
seperti damainya seorang ibu membagi kasih sayang pada anak-anaknya,
selama ini aku terjajah
di tempat dimana aku dilahirkan,
dan tak dapat ku jawab di mana ada kemerdekaan,
karena ia telah lama dijarah orang,
bumiku menangis,
hatiku merintih,
begitu dahsyatnya keangkuhan dan keserakahan.


Di kota tua ini
angin berdesah tanpa suara,
tapi debu-debu perih menghempas menerjang,
embun tak lagi berguguran di pangkuan bumi,
meninggalkan daun-daun
makin kering, pucat pasi,
tak jua ku temukan kemerdekaan di sini
karena di sini yang ada hanya kebebasan tanpa batas,
kebebasan bersuara yang nyaring melengking,
mencampak suara hati kecil yang tulus dan murni.
mengapakah orang-orang berperang dan saling tikam,
menorehkan luka yang dalam,
dendam dan kebencian
tak seperti ibundaku dulu
yang melahirkan dan membesarkan,
dengan taruhan nyawa satu-satunya,
tanpa kesedihan dan keluh kesah.


Angin dingin yang membelai rumput di kota tua itu,
masihkah meninggalkan kedamaian bagimu, menyentuh pada dinding kalbumu,
desah angin tanpa suara,
pada jiwa-jiwa manusia yang dirundung keresahan,
tentang hari depan anak cucu di hari kemudian.

- - -
Ditulis di Gunung Putri - Bogor pada tanggal 13 Juni 1997.
Muhammad Saroji - Majalah Sastra - http://majalahsastra.com
Copyright - All Rights Reserved

Tidak ada komentar:

Posting Komentar