Bumiku peraduanku,
pembaringan yang sepi,
beranda yang dingin
Di saat maut menjemput,
peraduanku meraup jazad ini,
sepanjang usia yang telah tertutup,
pun tulang dan daging ini tak kan pernah menjadi besi atau batu,
ini cuaca pertanda lapuk,
panas dan dingin sepanjang hari,
derita hidup tak mungkin selamanya teratasi,
tak ku biarkan peraduan ini memanjakan hati,
atau biarkan langkah kaki mencari jalan sendiri,
mengobati luka perih
di bumiku,
di peraduanku.
Bumiku,
peraduan sepi,
tempat aku menghayati arti hina dan sedih,
dalam kekhusyukan khalwat meratap menangis,
di sini aku berjuang dan menghikmati,
segala makna cinta yang hakiki,
abadi.
- - -
Ditulis di Gunung Putri - Bogor, 23 Desember 1995.
Muhammad Saroji
- Majalah Sastra - Majalahsastra.com
© Copyright - All rights reserved
Tidak ada komentar:
Posting Komentar