Ku pandangi dirimu dari puncak tebing ini,
diri yang selalu melangkah, tertatih-tatih
ku hela nafas panjang sesekali
menggelengkan kepala, menyesali mengapa mesti terjadi perjalanan ini,
perjalanan yang tak pernah bertepi.
Sesekali antara batu dan jari kaki bertaut
darah menitik, meringis perih
duh, inikah kenikmatan penderitaan
dari hati manusia tersisih.
Gelak tawa peri bidadari
mendekap awan dalam peraduan mimpi,
sejoli hati melenguh sedih
di antara langit dan bumi.
Kemanakah hendak mengepakkan sayapnya,
dirimu perkasa bertahta bak maharaja
duh, mawar berduri keringlah sudah
terpinggirkan dari melati putih…
Di sinilah meredakan kemarahan,
di puncak tebing…
6 Mei 2011 17:26
By Muhammad Saroji
Majalah Sastra
© Copyright - All rights reserved
Tidak ada komentar:
Posting Komentar