Kukuh,
nafas terbuang menghembus di belantara,
dari puncak tebing hingga dasar lembah
langkah terhempas membelah kesendirian.
Pelipis ini berdarah-darah
mengeja kemauan sukma entah hendak kemana,
bulir rindu resah membiru
titik embun runtuh dari pucuk daun,
mata hatiku,
Maharaniku.
Lihatlah,
akar menghujam perut bumi,
tercabut,
rubuh dan perih.
Lihatlah aku menangis meratapi,
masih mampukah menterjemahkan mimpi.
Masih pantaskah aku bermimpi, Maharani ?
---
21 April 2011 00:21
By Muhammad Saroji
Majalah Sastra
© Copyright - All rights reserved
Tidak ada komentar:
Posting Komentar