Kau,
laksana air yang menyeruak,
meniti bibir senja dalam balutan gerimis.
Kau,
sepotong cinta yang tak pernah dapat dibeli,
dengan cucuran keringat yang membasahi bumi,
mengapakah?
Kau-pun dapat menangis,
seperti robekan kulit tua yang tersayat perih,
seperti seorang anak kecil berlari-lari,
memanggil umi....umi.... pada seseorang yang makin jauh pergi.
Kau,
tentu ingin bernyanyi,
atau sekedar berkeluh kesah,
atau sekedar menghibur diri,
dari duka nestapa karena penjajahan di negeri sendiri.
Kau,
tentu tak ingin bukan,
sekedar tersimpuh lemah tak berdaya,
dan bercengkrama pada tembok istana itu, sendiri?
Kau,
kau harus bangkit,
kau pasti punya cerita,
seperti kisah cinta Romi dan July,
sepetik cinta yang kau beri,
tak pernah berarti apa-apa,
kalau hidup hanya sekedar menghitung hari.
---
By Muhammad Saroji
Fri, 15 Apr 2016 12:16:11 +0800
Majalah Sastra
© Copyright - All rights reserved
Tidak ada komentar:
Posting Komentar