Senin, 12 Desember 2016

Separuh Hati

Separuh Hati

Dalam keremangan senja,
seorang anak duduk sendiri,
itulah aku.


Di bawah matahari senja
mestinya segera saja aku berkhalwat,
agar suara adzan yang kelak memanggilku
untuk bersujud,
tiada hilang ditelan goresan waktu,
tapi belum juga aku berdiri,
beranjak dan berlari
untuk bersuci diri.


Perjalanan masa lalu,
mengapa hanya setitik memberi makna,
hamparan bumi untuk bersujud,
ayat-ayat suci penerang hati,
sorban dan sajadah yang mewangi,
mengapa tak sedetikpun terlintas di hati,
dan sampai tengah malam ini,
mestinya segera saja aku bersuci,
dan membaca kalam-kalam Illahi dengan lidah yang fasih,
atau ku tundukan kepala ini merata di bumi.


Duh Tuhanku,
dengan cara apa aku bersuci,
dengan siapa ilmu itu aku cari,
untuk siapakah ku persembahkan jiwa raga ini.


Duh Tuhanku,
betapa aku ini malu,
kuasaMu meliputi bumi dan langit,
sekejap usiaku ada di tanganMu,
tapi mengapa
hingga jazad ini rapuh,
tak ku temui hakikat diriku sendiri,
dengan sekali kehendak saja,
terjadilah apa yang Kau kehendaki,
tapi dengan apa aku menyembahMu,
dengan apa ku persembahkan baktiku,
tiada daya,
tiada kuasa,
separuh hati memikirkan dunia,
separuh hati ketakutan menjelang mati,
dunia penuh tipuan menyesatkan,
akhirat penuh misteri tak terpecahkan,
separuh hati bimbang dan kebingungan,
separuh hati berkata hidup ini selalu maju ke depan,
sampai hingga aku tiba di sebuah pintu,
di mana segala amal perbuatanku kelak di pertanggungjawabkan.


Duh, Tuhanku,
hanya petunjuk dan pertolonganMu,
itu yang ku rindukan.

---
Jakarta 29 Oktober 1995
By Muhammad Saroji
- Majalah Sastra - Majalahsastra.com
© Copyright - All rights reserved

Tidak ada komentar:

Posting Komentar