Kamis, 27 Oktober 2016

Hingga Aku Kembali

Meskipun mawar dalam gelas itu layu, sayangku
bukan berarti aku layu seperti bunga itu,
tunggulah aku di beranda sunyimu,
dari rantau aku pasti kan kembali.


Cinta itu abadi, sayangku
nanti di halaman rumah kita tanam bunga mawar dan melati,
kita pupuk dan kita sirami,
agar selalu tumbuh dan mekar bersemi.


Kau harus tahu, sayangku
betapa beratnya merangkai kata-kata,
di dada ini aku ingin seperti seorang penyair,
yang berbicara satu kata seribu makna,
berpetuah bagai pertapa tua,
bersabda bagai mutiara berkilauan.


Sayangku
tak dapat ku bayangkan ketika sebutir intan di lumpur adalah tetap intan,
tetap cemerlang meski terbenam di kegelapan,
penyair berbicara dan bertindak,
tapi tanpa ragu dan kebimbangan,
tiada takut meski darah dan daging dirajam,
tetap tegar bagai karang di terjang gelombang,
penyair bercermin dari orang ke orang,
mengasah budi menjadi arif dan bijaksana.


Jangan takut, sayangku
meski akal fikiran mengembara jauh di atas awan,
rebahkanlah cintamu di dadaku,
aku tak kan pernah lupa kau cintaku seorang,
tak ada yang lain, kaulah sayangku seorang,
nanti kita mencari kebenaran hakiki
di mana lisanku dapat fasih mengatakan,
bahwa kebenaran adalah tetap kebenaran,
keadilan adalah tetap keadilan,
tak tecampakkan oleh lumpur dan noda,
tak tersingkirkan oleh nafsu keserakahan manusia,
tetaplah tegar, sayangku
hingga kita semua akan kembali pada Tuhan
yang memiliki kebenaran hakiki.

- - -
Ditulis di Gunung Putri - Bogor, 27 Oktober 1996
Muhammad Saroji
- Majalah Sastra - Majalahsastra.com
© Copyright - All rights reserved

Tidak ada komentar:

Posting Komentar