Ku dengar kau seperti bersuara, dari jauh mengucapkan salam.
Seperti angin yang semilir membelai rambut keringku.
Aku tercengang, sudah lama kau tiada.
Di taman itu pernah ku tanam kembang melati,
tapi tak pernah tumbuh dan berbunga,
seperti tak pernah ku nikmati indahnya bunga-bunga pengantin itu bersamamu,
kemarau ini begitu kering,
jauh di lereng gunung hutan itu terbakar,
seperti terbakarnya kenangan itu diriku.
Kekasihku,
inikah hari kemerdekaanku
atau ku kibarkan bendera kemenanganku?
Tidak,
tapi hanya mimpi.
Jauh di sana mungkin kau menangis,
tapi sebenarnya akulah yang menangis
merintih dan perih.
Ku dengarkan kau seperti bersuara,
sebuah nyanyian tentang cinta dan kerinduan,
tentang sepucuk doa,
tentang darah dan air mata,
yang terlanjur tertumpah, tanpa makna.
Suara itu,
hanya kau yang punya
hanya aku yang mendengar,
karena cintamu
jiwa ragaku.
---
Karawang - 21 Oktober 2016
By Muhammad Saroji
- Majalah Sastra - Majalahsastra.com
© Copyright - All rights reserved
Tidak ada komentar:
Posting Komentar