Selasa, 23 Agustus 2016

Fatamorgana Yang Sepi

Pagi-pagi sekali, ku ikuti alur langkah kaki ini, menelusuri gang
sempit berhiaskan lapak-lapak tua. Daun cemara kering tertiup angin,
berserak di sepanjang jalanan, aku berhenti sejenak untuk menyapa
lelaki paruh baya yang sedang duduk di warung sambil mendengarkan
lantunan Iwan Fals :"……berjalan seorang pria muda dengan jaket lusuh
di pundaknya…..
Di sela bibir tampak mengering, terselip sebatang rumput liar….".
"Maaf Pak, dimanakah ada stasiun kereta?" tanyaku mengawali pembicaraan.
"Oh, lurus Mas, ntar nyampe ujung gang belok kanan" jawabnya agak terkejut.

Akupun melanjutkan perjalanan, benar saja, sesampainya di stasiun
kereta Dawuan ku beli tiket menuju Jakarta Kota, kota yang telah
memberiku berjuta kenangan, sedih dan gembira.

Kereta manisku,
ku ikuti alur perjalananmu, kota semakin dekat, tapi dada semakin
bergemuruh, kereta pun telah sampai di batas akhir perjalanan.
Terakhir kali ku injakkan kaki di stasiun kota ini adalah 17 tahun
yang lalu.

Dan aku pun melanjutkan perjalanan menggunakan KRL menuju Tebet. Di
sepanjang perjalanan ku lihat kemegahan Tugu Monas, Masjid Istiqlal,
hmm…dulu bersama istriku selalu berkunjung ke sana untuk menyaksikan
Festival Istiqlal.

Sesampainya di Tebet akupun berjalan menuju gang kecil ke tempat
dimana aku dulu menempuh pendidikan Strata I. Ku lihat kemegahan
gedung kampus itu, mahasiswa dan santri berlalu lalang menuntut ilmu,
juga Ibu-ibu majelis taklim. Tapi aku kesini bukan untuk memasuki
pintu gerbangmu, bukan untuk menyapa para dosenku, bukan untuk sekedar
mampir di kantin Mpok Inah yang tau selera bubur kacang ijo-ku,
bukan…..bukan pula untuk mencari Maya, Aloe, Basir ataupun Rusli.
Aku ke sini untuk meninggalkanmu kembali….., kembali ke fatamorgana yang sepi….

29 Desember 2011 - By Saroji - © Copyright - All rights reserved

Tidak ada komentar:

Posting Komentar