Jakarta
di penghujung malammu
kau merengkuhiku dalam dinginmu,
sepanjang hari hujan gerimis,
sepanjang hari tubuh menggigil,
sepanjang hari merenungi,
telah benarkah langkah kaki ini,
berjalan tertatih-tatih
menapaki ukiran nasib yang mungkin menjadi sejarah,
menjadi kenangan.
Hidup,
gelora ini tak pernah lapuk
hanya lelah sedikit
menghela nafas lirih
menghayati dan menikmati apapun kejadian hari ini
untuk kemudian berjalan kembali.
Melati,
mekarlah bunga sekuntum,
kelak harummu ku cium,
sebagai hiasan indah di malam pengantin,
dari perjalanan sejarah yang tak pernah kumiliki.
Mahligai cinta,
bukankah telah sempurna kasih sayang ini ?
Bukankah tak pernah lelah perjuangan ini ?
Bukankah tak pernah bersuara keresahan ini ?
Bahkan tak pernah menitik air mata ini ?
Bukankah ini cinta sejati?
sehidup semati?
seia sekata
seiring seperjalanan
suka duka
bersama?
Cinta,
kefakiran
biarlah itu cerita,
Jakarta
dingin ini aku menghayatinya
akan berguguran kelopak bunga flamboyan
akan mengering ranting-ranting di dahan
akan berhembus angin perlahan,
menyempurnakan biruku
membuka suara kalbuku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar