Seorang lelaki berdiri di sebuah tikungan jalan,
gerimis kecil membasahi tubuh dan bajunya yang kumal,
matanya tajam menerawang ke ujung jalanan,
memandangi orang yang lalu lalang,
memandang sambil menanti seseorang yang berjanji akan datang.
Lelaki itu masih tetap tegar berdiri di tikungan jalan,
meski hujan turun semakin besar,
"biarlah menjadi basah dan kedinginan, karena kehadiranmu lebih
berharga dari segalanya" , gumamnya.
Senjapun berganti menjadi malam,
ketika terdengar adzan maghrib berkumandang bersahutan,
malam yang dingin menjadi makin mencekam,
karena tak seorangpun yang datang,
"huh! Percuma....." gumamnya dengan sedikit desahan kesal.
Lelaki itu adalah aku,
bukan siapa-siapa,
hanya menunggumu menerima mutiara retak,
yang telah lama aku genggam.
Ku pikir buat apa mempersembahkan mutiara retak,
meski perhiasan hanyalah cemoohan belaka,
tak lebih dari beling-beling kaca berserakan.
Kupikir mengapa harus memuja kesetiaan,
karena hanyalah anganan membabi buta.
Ku pikir
hanyalah pantas ku buang saja mutiara retak ini ke tong sampah ataupun comberan,
tanpa penyesalan,
tanpa kekecewaan....
2011/12/06
By Saroji
© Copyright - All rights reserved
Rabu, 24 Agustus 2016
Catatan Kecil Sang Narapidana : Mutiara Retak
Baca Juga :
Bunga Putih
Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua (2)
Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua (3)
Sutra Putih (2)
Jangan Menjadi Pecundang
Nurani Ini Bicara
Subuh
Matahariku
Di Puncak Tebing
Perjalanan Mencari Jalan (1)
Bunga Putih -2
Puisi Gus Mus
Muhasabah Diri
Catatan Kecil Sang Narapidana : Pink
Pertemuan
Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua (4)
Sehelai Rambut Cinta
Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua (1)
Catatan Kecil Sang Narapidana : Kematian
Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua (5)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar