Di kota tuamu ini aku terdampar,
dalam kesendirian dari menahan haus hingga dinginnya malam,
kemana jasad rapuh ini mencari perlindungan,
dari dingin yang menusuk dan mimpi malam yang mencekam,
ataukah aku kan mengadu pada pohon randu tempatku bersandar,
hanya ada nyanyi jangkrik bersahutan,
ketika mataku menatap liar,
aku makin takut menjalani hari begitu mdngerikan.
Dari jauh kembang akasia menghampar kekuningan,
indah ditimpa sinar purnama putih keperakan,
daun-daun kering berguguran,
melayang dihembus angin perlahan,
di bumi berserakan.
Inilah bulan juli yang mengharukan,
bukan haru bahagia, bukan!
ketika sungai-sungai dilanda kekeringan
seperti keringnya air mata pengelana tua,
inilah kota tua tempatku terdampar,
tandus dan gersang, merintih kepucatan.
Wahai para jiwa berjiwa,
retak dindingmu diterjang bala cobaan,
wahai Raja para raja
tunjukkan kuasaMu, tunjukkan jalan terangMu,
karuniakan tongkat dan lenteraMu,
penuntun sesat langkah kakiku.
Dari hari ke hari,
ku rasakan jasad ini mendekati mati,
belum lagi balas budi terpenuhi,
jari menyulam cinta terpetak-petak,
menyisir bukit lelah perih
menerjang kerikil, tertusuk pedih.
Di kota tuamu ini aku terdampar,
dalam kesendirian menangis tertahan,
kapankah bertemu kembali bunda tercinta...
Bogor - 9 - Juli - 1997
--
© Copyright - All Rights Reserved
Tidak ada komentar:
Posting Komentar